Isnin, 16 November 2009

..:: Muhasabah Diri ::..

Assalamualaikum Warahmatullah.

Alhamdulillah. Syukur saya panjatkan ke hadrat Allah Taala kerana artikel saya ini telah disiarkan oleh akhbar Berita Harian pada 07 Mei 2009 (Khamis). Artikel bertajuk Ikhlas Muhasabah Diri Cara Berkesan Baiki Kelemahan Ummah telah dikeluarkan di bahagian Agama akhbar Berita Harian. Di sini saya letakkan artikel asalnya bertajuk Muhasabah Diri untuk paparan sahabat-sahabat semua. Semoga mendapat manfaat darinya. InsyaAllah.

MUHASABAH DIRI

Muhasabah adalah perilaku bagi mengitung dan memperelokkan diri yang terbentuk di dalam jiwa seseorang manusia itu menurut kaca mata agama. Ia juga boleh dimaksudkan sebagai mendidik diri agar sentiasa mencela segala kejahatan yang pernah dilakukan yang boleh menjadi pengalang untuk mandapat keredhaan dari Allah Taala.

Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:

Orang yang pintar ialah orang yang menghitung dirinya serta beramal untuk hari selepas kematian sementara orang yang lemah ialah orang yang menikut hawa nafsunya serta beragan-angan terhadap Allah dengan angan-angan (yang banyak). (Riwayat al-Tarmizi).

Sesiapa yang bermuhasabah dirinya maka dia tidak akan meninggalkan ruang dan masa untuk dirinya melakukan perkara-perkara yang batil. Menyibukkan diri dengan ketaatan akan menghapuskan masa untuk membuat kejahatan. Dia akan mencela jiwanya di atas setiap kesalahan dan kekurangan yang yang dia lakukannya terhadap Allah Taala kerana takutnya diri ini kepada kekuasaanNya. Jika inilah keadaannya maka mana mungkin boleh didapati jalan dan ruang untuk membuat kesalahan dan kebatilan?

Berkata as-Sayyid Ahmad ar-Rifaie:

Daripada takut akan timbulnya muhasabah. Daripada muhasabah timbulnya muraqabah. Daripada muraqabah hati akan sentiasa sibuk bersama Allah Taala. (Kitab: al-Burhan al-Muayyad).

Secara tegasnya muhasabah pasti akan menghasilkan perasaan bertanggungjawab terhadap Allah Taala dan rasulNya serta makhluk-makhlukNya. Melalui muhasabah juga manusia merasa diri mereka tidak diciptakan oleh Allah Taala dengan sia-sia. Setiap manusia pasti akan kembali semula kepada Allah Taala apabila telah sampai waktunya.

Firman Allah Taala bermaksud:

Setiap yang berjiwa (yang bernyawa) akan merasai mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sahajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga ia telah beruntung. Kehidupan dunai itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Surah ali-Imran: Ayat 185).

Di dalam kesibukkan kita mengejar kekayaan dunia ini maka janganlah lupa juga untuk kita menyibukkan diri dengan mengingati Allah Taala. Perkara seperti inilah yang selalu dituntut oleh agama Islam.

Firman Allah Taala bermaksud:

Maka segeralah kembali kepada Allah maka sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata daripada Allah untukmu. (Surah adz-Dzaariyaat: Ayat 50).

Firman Allah Taala bermaksud:

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang yang benar. (Surah at-Taubah: Ayat 119).

Adapun golongan sufi sentiasa menyibukkan diri dengan penghambaan dan pengabdian diri kepada Allah Taala. Mereka beriman di dalam perjalanan musafir ini menuju Allah Taala dengan bersungguh-sungguh dan ikhlas. Hati mereka sentiasa mengingati bahawa mereka akan kembali kepada Allah Taala pada setiap masa.

Firman Allah Taala bermaksud:

Di tempat yang disenangi (penuh kebahagiaan) di sisi tuhan (Allah Taala) Maha Kuasa. (surah al-Qamar: Ayat 55).

Berkata Syeikh Ahmad Zarruq:

Lalai dari bermuhasabah diri menyebabkan apa yang dilakukan menjadi silap. Kurang berbincang dengannya boleh membawa kepada adanya sifat redha nafsu atau rasa berpuas hati terhadapnya. Memerangi nafsu boleh menjauhkan daripada melekat pada diri dan tidak bersikap tegas terhadapnya menyebabkan dia menjadi pahlawan. Oleh itu lazimilah diri dengan sentiasa bermuhasabah dan berbincang serta beramallah dengan apa yang sahih tanpa bertolak-ansur terhadap perkara yang telah nyata salah. Ketika beramal jangan mencari sesuatu yang tidak jelas. (Kitab: Qawaid al-Tasawuf).

Demikianlah pentingnya muhasabah di dalam diri setiap individu. Tanpa muhasabah yang ikhlas maka seseorang itu akan sentiasa berasa diri tidak pernah melakukan kesalahan. Bermuhasabahlah diri dengan hati yang terbuka agar kita boleh memperbaiki kebatilan dan kelamahan diri sebelum diri kita menemui ajal.

Berkata Saidina Umar al-Khattab:

Hisablah diri kamu sebelum kamu dihisab. Timbanglah amalan kamu sebelum kamu ditimbang. (Kitab: Tahzib Madarij al-Salikin).


Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan paling mulia dibanding dengan makhluk-makhluk Allah lainnya. Allah SWT berfirman,

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS. Al Isra: 70)

Urgensi Kepribadian Islami

Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan dipahami tanpa diwujudkan dalam kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan , antara keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam Islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap pribadi-pribadi muslim.

Memang, setiap jiwa yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tapi bukan berarti kesucian dari lahir itu meniadakan upaya untuk membangun dan menjaganya, justru karena telah diawali dengan fitrah itulah, jiwa tersebut harus dijaga dan dirawat kesuciannya dan selanjutnya dibangun agar menjadi pribadi yang islami.

Ruang Lingkung Kepribadian Islami

Sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sebagai berikut:

A. Ruhiyah (Ma’nawiyah)

Aspek ruhiyah adalah aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh setiap muslim. Sebab ruhiyah menjadi motor utama sisi lainnya, hal ini bisa kita simak dalam firman Allah SWT di Surat Asy-Syams : 7-10

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat merugi orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya,” (QS. Asy Syams: 7-10).

Dan dalam surat Al Hadid ayat 16:

“Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab di dalamnya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik ” QS. Al-Hadid:16).

Ayat-ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita akan pentingnya untuk senantiasa menjaga ruhiyah, kerugian yang besar bagi orang yang mengotorinya dan peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yang bisa mengeraskan hati. Bahkan tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk beramal saleh dan dia juga memperkokoh jiwa manusia dalam menyikapi berbagai problematika kehidupan.

Aspek-aspek yang sangat terkait dengan ma’nawiyah seseorang adalah:

a. Aspek Aqidah. Ruhiyah yang baik akan melahirkan aqidah yang lurus dan kokoh, dan sebaliknya ruhiyah yang lemah bisa menyebabkan lemahnya aqidah. Padahal aqidah adalah suatu keyakinan yang akan mewarnai sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu kalau ingin aqidahnya terbangun dengan baik maka ruhiyahnya harus dikokohkan. Jadi ruhiyah menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim karena dia akan mempengaruhi bangunan aqidahnya.

b. Aspek akhlaq. Akhlaq adalah bukti tingkah laku dari nilai yang diyakini seseorang. Akhlaq merupakan bagian penting dari keimanan. Akhlaq juga salah satu tolok ukur kesempurnaan iman seseorang. Terawatnya ruhiyah akan membuahkan bagusnya akhlaq seseorang. Allah swt dalam beberapa ayat senantiasa menggandengkan antara iman dengan berbuat baik. Rasulullah saw pun ketika ditanya tentang siapakah yang paling baik imannya ternyata jawab Rasulullah saw adalah yang baik akhlaqnya (”ahsanuhum khuluqan”)

أي المؤمنين افضل إيمانا ؟ قال احسنهم خلقا. رواه ابو داود والترمذى والنسائ والحاكم.

“Mukmin mana yang paling baik imannya? Jawab Rasulullah ” yang paling baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)

Bahkan diutusnya Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- pun untuk menyempurnakan akhlaq manusia sehingga menjadi akhlaq yang islami

َ إًَِنما بعثت لأتمم مكا رم الأخلاق

Tolok ukur dan patokan baik dan tidaknya akhlaq adalah al-Qur’an. Itulah sebabnya akhlaq keseharian Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- merupakan cerminan dari Al-Qur’an yang beliau yakini. Hal ini terbukti dari jawaban Aisyah ra ketika ditanya tentang bagaimana akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- , jawab beliau “Akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- adalah al-Qur’an.

كان خلقه القرآن

c. Aspek tingkah laku. Tingkah laku adalah cerminan dari akhlaq yang melekat pada diri seseorang….

B. Fikriyah (’Aqliyah)

Kepribadian Islami juga ditentukan oleh sejauh mana kokoh dan tidaknya aspek fikriyah. Kejernihan fikrah, kekuatan akal seseorang akan memunculkan amalan, kreativitas dan akan lebih dirasa daya manfaat seseorang untuk orang lain. Fikrah yang dimaksud meliputi:

a. Wawasan keislaman. Sebagai seorang muslim menjadi keniscayaan bagi dia untuk memperluas wawasan keislaman. Sebab dengan wawasan keislaman akan memperkokoh keyakinan keimanan dan daya manfaat diri untuk orang lain.

b. Pola pikir islami. Pola pikir islami juga harus dibangun dalam diri seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim harus mengarah dan bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran dari Allah swt. Islam sangat menghargai kerja pikir ummatnya. Di dalam al-Qur’an pun sering kita jumpai ayat ayat yang menganjurkan untuk berpikir: “afala ta’qiluun, afala tatafakkaruun, la’allakum ta’qiluun, la’allakum tadzakkaruun,”

افلا تعقلون ,أفلا تذكرون, افلا تتفكرون, لعلكم تعقلون,لعلكم تذكرون

Seorang muslim harus senantiasa menggunakan daya pikirnya. Allah mewujudkan fenomena alam untuk dipikirkan, beraneka macamnya tingkah laku manusia sampai adanya aneka pemikiran dan pemahaman manusia hendaknya menjadi pemikiran seorang muslim. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa tujuan berpikir tidak lain adalah untuk meningkatkan keimanan kita kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ- bukan sebaliknya.

c. Disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam. Sungguh kehidupan ini tidak terlepas dari ujian, rintangan dan tantangan serta hambatan. Ujian tersebut tidak akan berakhir sebelum nafasnya berakhir. Oleh sebab itulah untuk menghadapinya perlu tsabat dalam berpegang pada syariat Allah swt.

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)

Di surat Ali Imran: 102 Allah SWT menjelaskan,

“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu sebenar-benar taqwa. Dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Begitu pentingnya tsabat dijalan Allah, sampai Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- mengajarkan do’a kepada ummatnya, sebagai berikut:

اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك (رواه الترمذى)

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati-hati kami untuk tetap berada pada agamaMu “

C. Amaliyah (Harokiyah)

Di antara sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sisi amaliyahnya. Amaliyah harakiah yang merubah kehidupan seorang mukmin menjadi lebih baik. Hal ini penting sebab amaliyah adalah satu di antara tiga tuntutan iman dan Islam seseorang. Tiga tuntutan tersebut adalah: al-iqror bil- lisan (ikrar dengan lisan), at-tashdiq bil-qalb ( meyakini dengan hati), dan al-amal bil jawarih (beramal dengan seluruh anggota badan). Jadi tidak cukup seseorang menyatakan beriman tanpa mewujudkan apa yang diyakininya dalam bentuk amal yang nyata.

“Maka katakanlah “beramallah kamu niscaya Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman akan melihat amalanmu itu. Dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. at-Taubah: 105)

Umat Islam dituntut oleh Allah –subhânahu wa ta`âlâ- untuk menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun yang kolektif bahkan kewajiban yang sistemik. Kewajiban individual akan lebih khusyu’ dan lebih baik pelaksanaannya jika ditunjang dengan sistem yang kondusif. Shalat, puasa , zakat dan haji misalnya akan lebih baik dan lebih khusyu’ kalau dilaksanakan di tengah suasana yang aman tenteram dan kondusif. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik seperti dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad dsb, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat sistem yang memungkinkan terlaksananya amal tersebut.

Pentingnya amaliyah harakiah dalam kehidupan seorang mukmin laksana air. Semakin banyak air bergerak dan mengalir semakin jernih dan semakin sehat air tersebut. Demikian juga seorang muslim semakin banyak amal baiknya, akan semakin banyak daya untuk membersihkan dirinya, sebab amalan yang baik bisa menjadi penghapus dosa. Simaklah QS. Huud: 114

“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam, sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan yang buruk (dosa), itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS. Huud: 114)

Ada sedikitnya tiga alasan kenapa seorang harus beramal:

1. Kewajiban diri pribadi.

Sebagai hamba Allah tentunya harus menyadari bahwa dirinya diciptakan bukan untuk hal yang sia-sia. Baik jin dan manusia Allah ciptakan untuk tujuan yang amat mulia yaitu untuk beribadah, menghamba kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ-. Amalan adalah bentuk refleksi dari rasa penghambaan diri kepada Dzat yang mencipta.

“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah” (QS. Adz Dzaariyaat: 56)

Di samping itu pertanggungjawaban di depan mahkamah Allah nanti bersifat individu. Setiap individu akan merasakan balasan amalan diri pribadinya.

“Dan bahwasanya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna” (QS. an-Najm: 39-41).

2. Kewajiban terhadap keluarga.

Keluarga adalah lapisan kedua dalam pembentukan ummat. Lapisan ini akan memiliki pengaruh yang kuat baik dan rusaknya sebuah ummat. Oleh sebab itulah seseorang dituntut untuk beramal karena terkait dengan kewajiban dia membentuk keluarga yang Islami, sebab tidak akan terbentuk masyarakat yang baik tanpa melalui pembentukan keluarga yang baik dan islami.

“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim :6)

Setiap muslim seharusnya mampu membentuk keluarga yang berkhidmat untuk Islam, seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal islami di seluruh bidang kehidupan.

3. Kewajiban terhadap dakwah.

Beramal haraki bagi seorang muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan keluarganya saja, akan tetapi juga karena tuntutan dakwah. Islam tidak hanya menuntut seseorang saleh secara individu tapi juga saleh secara sosial.

“dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71)

“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Ma’ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Juga di dalam surat Fushshilat ayat 33:

“siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33)

Allahu a’lam.

Telah berkata sebahagian dari ulama’ salaf ;

“Takut kepada Allah SWT dapat menutup mata hati orang yang punya rasa takut tersebut dari terpaut dengan kecintaan terhadap dunia yang penuh dengan tipu daya”

Allah SWT juga telah berjanji untuk mengurniakan syurga kepada hambaNya yang mempunyai rasa gerun dan takut kepadaNya. Allahu Jalla Jalaaluh berfirman;

“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya itu dua syurga” - surah Ar Rahman : 46

Berkata al Imam Mujahid ‘alaihi rahmatulLah ;

“Di dalam ayat ini, dijelaskan bahawa Allah SWT akan mengadili setiap jiwa (makhluk). Sesiapa yang melakukan sesuatu, lantas dia takut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah SWT di akhirat kelak, maka dia berhak mendapat syurga Allah SWT”

Imam Mujahid menyambung lagi ;

“Dia (orang yang dimaksudkan di dalam ayat di atas) adalah seorang yang melakukan dosa, lalu teringat bahawa perbuatannya kelak dipertanggungjawabkan ketika mengadap Allah SWT, lantas dia meninggalkan perbuatan tersebut”

Imam Mujahid juga menyebut ;

“Dia (orang yang dimaksudkan di dalam ayat di atas) juga adalah seorang hamba yang merasa bingung dan resah dengan maksiat yang dilakukannya, lantas segera ia teringat kepada Allah SWT dan meninggalkan perbuatan keji tersebut kerana Allah”

Diriwayatkan daripada al Hasan bahawa ia berkata ;

“Syurga berkata : “wahai Tuhanku, aku ini sebenarnya diciptakan untuk apa?”, Allah lalu berfirman: “Untuk orang-orang yang menyembahku dan takut kepadaKu”.

Wahab ibn Munabbih berkata ;

“Tidak ada yang membuat Allah SWT lebih senang daripada disembah dengan disertai rasa takut kepadaNya”

Pengenalan

الأضحية ialah binatang ternakan yang disembelih kerana menghampiri diri kepada Allah تعالى, dikerjakanya pada hari raya adha dan tiga hari tasrik iaitu pada sebelas, dua belas, dan tiga belas bulan zulhijah.

Diberi nama dengan udhiyah kerana mengikut waktu awal ia dikerjakan iaitu waktu duhah.

Dalil

Dalil (nas) qurban sebelum datang ijmak ialah:

(فصل لربك وانحر) أى صل صلاة العيد وانحر النسك

Maka hendaklah sembahyang kamu dan menyembelih ertinya hendaklah kamu sembahyang hari raya adhah dan sembelih qurban.

Hukum

*Quban adalah sunat muakad pada orang yang merdeka dan hamba separuh dan keduanya itu mukalaf lagi cerdik (yang boleh memerentah hartanya dengan sendiri) dan dia kuasa mengerjakannya.

*Qurban sunat kifayah di atas seorang jika berbilang didalam satu rumah, dan sunat itu tertentu baginya jaka dia seorang sahaja didalam satu rumah.

*Makruh meningalkan qurban kerana ada ulama yang mewajibkannya iaitu Mazhab Hanafi mewajibkan qurban di atas mereka yang wajib zakat.

*Maksud sunat kifaya ialah apabila dikerjakan oleh seorang dalam satu rumah maka terlepas sekelian isi rumah daripada makruh.

*Qurban jadi wajib dengan sebab bernazar seperti kata seorang kerana Allah wajib atas ku qurban, atau dengan menentukan binatang dijadi qurban seperti kata seorang ini binatang quban maka jadi wajib menyembelihnya pada waktu yang dikira quban.

Binatang yang boleh dibuat qurban:

1. Unta, umurnya genap lima tahun.

2. Lembu atau kerbau, umurnya genap dua tahun.

3. Kambing, umurnya genap dua tahun.

4. Biri-biri umurnya genap setahun, tetapi jika telah gugur giginya sebelum cukup umurnya setahun, memada dibuat qurban.

*Menurut pendapat Ibnu Abbas رضي الله عنهما memada pada qurban itu dengan menumpahkan darah, sekalipun dengan menyembelih seekor ayam atau itik dan begitu juga aqiqah atas jalan qias pada qurban. Para ulama Syafieyah mengharuskan bertaklid (mengikut) dengan pendapat ini bagi mereka yang tidak mampu.

Afdal binatang yang diqurbankan itu:

1. Saekor unta bagi seorang.

2. Saekor lembu atau kerbau bagi seorang.

3. Saekor kibas atau kambing.

*Tujuh kibas atau kambing bagi seorang terlebih afdal dari seekor unta.

*Memada seekor lembu atau unta untuk tujuh orang.

*Sekiranya berlainan niat orang yang berkongsi pada seekor unta atau lembu yang disembelih, seperti seorang berniat qurban, seorang yang lain niat aqeqah dan ada yang berniat hendak jual maka mamada.

Syarat binatang qurban:

Binatang yang dibuat qurban hendaklah jangan ada aib (cedera) yang mengurangkan dagingnya.

Aib (cedera/cacat) yang mengurangkan daging:

1. Binatang yang terpotong telinga walaupun sedikit.

2. Binatang yang tiada telinga.

3. Binatang yang terpotong ekor.

4. Binatang yang terpotong lidah.

5. Binatang yang gila yang tidak makan rumput dan jadi kurus.

6. Binatang yang berkudis jika sedikit sekalipun, kerana binasa dagingnya.

7. Binatang yang baru beranak, kerana tidak elok dagingnya.

8. Binatang yang sangat kurus.

9. Binatang yang buta sebelah.

10. Binatang yang buta dua mata.

11. Binatang yang nyata sakitnya.

12. Binatang yang sangat tempang, sekalipun jadi tempang dengan sebab hendak dibaringkannya kerana hendak sembelih.

13. Binatang yang bunting kerana kurang dagingnya, ini yang muktamad yang diambil pada Majmuk. Menurut Ibnu Rifa’h “memada buat qurban dengan binatang yang bunting krana kurang dagingnya diganti oleh anak yang di dalam perut” pandapat ini ditolak oleh mereka yang berpendapat tidak memadai berqurban dengan binatang yang bunting kerana terkadang yang dikandung itu darah bukan daging dan lagi bertambah daging tidak boleh menganti akan cacat kerana tidak memadai berqurban binatang yang tempang lagi gemuk.

Aib/cedera /cacat yang tersebut tidak memada buat qurban tetapi wajib menyembelih pada watu qurban akan binatang yang dinazarkan yang ada aib tersebut atau yang tidak cukup umur sepertti berkata seorang “wajib atas ku qubankan kambing ini” sedankan ianya ada aib yang tersebut.

Niat Qurban

*Disyaratkan berniat pada ketika sembelih.

*Sekiranya orang yang hendak melakukan qurban mewakilkan sembelih kepada orang lain maka hendaklah dia berniat pada ketika menyerahkan binatang qurban kepada wakilnya dan memada niatnya itu sekalipun wakilnya tidak tahu bahawa binatang yang disembelih itu binatang qurban. Boleh juga orang yang berqurban berniat pada ketika wakil menyembelih.

*Harus serahkan niat qurban kepada orang islam yang mumayiz sama ada dia orang yang menyembelih atau tidak.

*Tidak disyaratkan niat qurban pada binatang qurban yang dinazarkan tetapi sunat niat.

Membahagi daging qurban

*Wajib bersedekah daging qurban yang mentah kadar yang dinamakan sedekah kepada fakir miskin dan harus diambil yang lebihnya untuk dirinya.

*Wajib bersedekah sekelian daging yang mentah, kulit dan tanduk binatag qurban yang dinazarkan.

*Orang yang berquba nazar haram memakan daging qurbannya begitu juga orang yang di bawah tangungannya.

* Sunat orang yang berqurban memakan sedikit daging daripada qurban sunat.

*Orang yang berqurban haram lagi tidak sah menjual suatu dari daging, bulu, tulang dan lainnya.

*Haram dijadikan daging qurban atau juzuk yang lain sebagai pengupah tukang sembelih.

Buat qurban untuk orang lain

*Tidah sah buatkan qurban untuk orang hidup dengan ketiadaan izin dari yang empunya diri.

*Harus wali (bapa atau datuk sebelah ayah) buat qurban untuk maulinya (anak atu cucu) dengan harta wali tidak harus dengan harta kanak-kanak.

*Tidak sah buat qurban bagi orang yang mati yang tida berwasiat supaya dibuat qurba baginya, adapun jika dia berwasiat sah dibuat qurban untuknya.